Hupps…
Entah kapan saya merasa seperti ini sebelumnya, mungkin juga tidak pernah. Tapi entah mengapa saat ini saya seperti amat teramat mambenci kota dimana saya tinggal. Benci sekali.
Tapi memang tidak pernah ada alasan bagi saya untuk memasukan kota ini kedalam kota favorit saya, saya tidak lahir disana, tidak dibesarkan disana, dan entah mengapa saya tidak mau menjadi tua disana.
Selama satu minggu kota ini seperti semakin tidak bersahabat pada saya. Jalan yang macet dimana-mana, debu dan sampah berserakan dimana-mana, taksi yang tidak pernah muncul tepat waktu, atau tidak muncul sama sekali (bahkan taksi hitam sekalipun!), supir angkot yang seenaknya saya maju dan berhenti, tukang ojek yang ugal-ugalan seperti membawa karung sampah saja di jok belakang motornya!! Belum lagi polisi tidur yang ada dimana-mana dan sangat menyusahkan buat ibu-ibu berperut buncit seperti saya.
Kota ini tidak manusiawi. Tidak pernah saya merasa nyaman didalamnya. Selain jarak antara kantor dan rumah saya yang hanya 7km saja, tidak ada hal lain yang saya suka di kota ini. Kota ini hanya diperuntukkan untuk orang-orang beruang banyak, kemanapun saya pergi saya perlu membawa uang lebih banyak dikantong saya. Bahkan untuk naik taksipun saya rela membayar lebih mahal untuk taksi yang yang lebih nyaman dan lebih aman. Pernah saya memilih untuk menggunakan angkutan umum yang menjadi kebanggan kota ini selama 1 minggu lamanya, dengan alasan bebas macet tentunya. Dan ternyata saya amat tersiksa didalamnya, antrian yang selalu amat panjang, tempat duduk yang selalu penuh, para penumpang yang brutal, tidak pernah tepat waktu dan ternyata sama sekali tidak bebas macet.
Kota ini tidak diperuntukan untuk orang yang bergaji pas-pasan, padahal tidak semua orang yang tinggal disini bergaji banyak. Tidak ada tempat berteduh pada saat hujan, sehingga motor-motor seeanaknya saja berenti dipinggir jalan dan membuat jalanan macet di kala hujan. Tidak ada trotoar yang layak bagi pejalan kaki, sehingga orang lebih memilih berada di mobil pribadi dengan AC yang dingin dan kaca yang dibuat lebih gelap. Tidak ada angkutan umum yang layak, aman, nyaman dan terjadwal dengan baik sehingga bisa membuat orang lebih memilih menaruh mobilnya di garasi rumahnya saja. Tidak ada tempat bermain yang luas bagi anak-anak sehingga mereka lebih suka berada dirumahnya bermain play station dan duduk di depan computer. Tidak adanya saluran air yang layak dan terencana sehingga kota ini seperti danau buatan yang air kotornya meluap pada saat musim hujan tiba. Belum lagi tingkat penganguran tinggi membuat kota ini memiliki tingkat kejahatan tinggi pula dengan anak-anak dibawah umur yang berseliweran di setiap perempatan, kolong-kolong jembatan dan disetiap sudut gelap kotanya.
Semua perlu uang. Mobil pribadi dengan supir pribadi didalamnya, sekolah bagus yang tentu saja mahal, makanan enak seharga dengan gaji pegawai pantry setiap bulannya, baju berharga jutaan demi terlihat berada, mengunjungi kafe-kafe yang sedang ‘in’ di setiap bagian kota setiap harinya, padahal sebenarnya gajinya hanya cukup untuk terjadwalkan makan bakso di kantin sebelah kantornya.
Sudahlah! Akan tiba saatnya saya tidak disini lagi.
kota saya ini
Saturday, September 8, 2007
Posted by yusi manfluthy at 12:11 AM
Labels: just another thought
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment