cukup sudah pembelaan saya terhadap orang tua (ibu-ibu) yang selalu ada di rumah bersama anak-anaknya, mengerjakan semua seperti semestinya. ibu yang selalu ada. benarkah?
bagaimana kalau ibu-ibu tadi tidak punya pilihan lain selain pergi keluar rumah untuk mencari nafkah? atau bagaimana kalau ibu-ibu tadi mempunyai pekerjaan yang teramat mulia yang bisa dijadikan ladang ibadah? dengan kata lain "ibu harus keluar rumah, nak"
saya pernah bekerja. dengan seribu satu alasan yang membuat saya tetap bekerja. sampai saya ada di suatu titik yang mengatakan saya harus berhenti bekerja. maka saya berhenti bekerja. berulang-ulang. sesuai kebutuhan. senangnya. betapa bersyukurnya saya.
kembali ke saya yang selalu berada di rumah. dan mungkin bersama ibu-ibu lain yang juga selalu berada di rumah dalam artian tidak bekerja kantoran. dari beberapa waktu yang seolah-olah on dan off selama saya berada di rumah, kembali saya bertanya, apakah saya benar-benar ada? ada yang sebenarnya. bukan ada yang mengada-ada.
seorang teman bertanya, saya selalu ada di rumah untuk anak-anak saya, untuk suami saya, untuk keluarga saya, apakah itu tidak cukup? ada yang menjawab cukup. tapi saya menjawab tidak. untuk teman saya dan untuk saya. pertanyaan teman tadi seolah-olah membuat saya bertanya pada diri saya sendiri, apa dengan saya selalu berada di rumah untuk anak-anak, untuk keluarga, lalu saya merasa cukup? dengan sedih saya kembali menjawab itu tidak cukup.
saya merasa bukan itu yang dibutuhkan keluarga. bukan itu pula yang dibutuhkan anak-anak saya. bukan saya yang hanya selalu ada. ada yang saya maksud hanya berupa kuantitas. berapa lama kita tinggal di rumah? berapa lama tidak meninggalkan rumah. hanya sebatas hitungan angka, hitungan hari, hitungan jam. bukan ada secara kualitas. ada yang sebenarnya. bukan yang mengada-ngada.
begini saja, kembali saya bicara pada diri saya sendiri. dengan 24 jam saya berada di rumah secara kuantitas dan hitung-hitungan tentu saja lebih banyak dari pada seorang ibu yang pergi pagi pulang sore untuk bekerja di luar rumah. secara kuantitas. tapi kalau secara kualitas? apakah keberadaan seorang ibu 24jam lebih berkualitas daripada seorang ibu yang bekerja diluar rumah dan kembali di sore harinya? itu yang tidak bisa diukur, tidak pasti, hanya kita yang tahu karena kualitas bukan semata hitung-hitungan waktu, jam dan menit.
hanya saja, saya merasa sangat disayangkan apabila kita yang 24 jam berada di rumah untuk alasan keluarga ternyata tidak menjamin kualitas yang kita berikan untuk keluarga. tanpa bermaksud untuk menyinggung perasaan siapapun, dimanapun, apa artinya kalau sepanjang hari anak lebih banyak bersama asisten kita. apa artinya kalau kita lebih suka berlama-lama di telpon sibuk dengan teman-teman kita. apa artinya pula kalau anak dibiarkan terus menonton tv kartun yang notabene katanya bagus untuk umur mereka. apa artinya juga kalau kita lebih menikmati saat mereka pergi ke sekolah meninggalkan kita di rumah seharian lamanya. dan apa artinya kalau kita tidak pernah memberikan banyak waktu khusus untuk bersama mereka, entah apapun itu bentuknya. saya hanya merasa itu tidak artinya.
ada tapi tak berarti banyak. semoga itu tidak terjadi pada saya dan anda.
ada tapi tak berarti banyak
Tuesday, October 27, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment