Dokter gigi ??
Huaaa, untuk sebagian orang mendengar namanya saja mungkin sudah bikin perut mulas-mulas. Apalagi untuk melangkahkan kaki ke klinik yang terkenal angker itu. Percaya atau tidak. Saya punya seorang teman kerja, yang rela menderita untuk sakit gigi dan meminum bertablet-tablet obat anti sakit setiap hari kala giginya sakit, dibanding pergi ke dokter gigi yang sebenarnya tidak jauh dari kantornya.
Saya salah seorang yang ‘sembuh’ dari takutnya pergi ke dokter gigi. Dulu sepertinya jarang sekali saya pergi ke dokter gigi, kalau bukan karena gigi yang sakit atau gigi yang sudah bolong pasti saya malas ke dokter gigi. Tapi mungkin karena gigi saya tidak bagus lagi, saya jadi rajin konsultasi ke dokter gigi. Rajin untuk menyelamatkan gigi dari keadaan yang tambah parah.
Seperti hari ini, baru saja kembali dari dokter gigi langganan. Berbicara tentang langganan, ada sejarahnya memilih dokter gigi ini sebagai tempat konsultasi. Kriteria pertama di harus laki-laki! Hahaha, bukan karena diskiminatif, tapi semata-mata karena trauma dan tenaga. Pernah suatu waktu dating ke dokter gigi perempuan, dan ketika berhubungan dengan cabut mencabut, dokter gigi ini eseperti tidak bertenaga, menarik gigi yang hendak dicabut dengan beberapa kali usaha tapi giginya tidak juga tanggal. What a day! Setelah kejadian itu saya memutuskan untuk mencari dokter gigi laki-laki. Kebetulan dokter gigi saya ini, laki-laki dan sangat cooperative dan semua prosesnya ga pernah berbelit-belit. Pencarian dokter gigi ini melewati proses yang panjang dan lama, haha terdengar seperti mencari soulmate.
Kunjungan ke dokter gigi, kali ini hanya sebuah rangkaian proses perbaikan gigi. Gigi geraham bawah kanan yang akan diberi crown dan operasi gigi geraham bungsu yang tumbuh tidak beraturan. Yup, operasi! Sounds frightening, isn’it ?
Jujur saja perlu mengumpulkan keberanian yang banyak untuk pergi ke dokter gigi kali ini. Salah satu tips agar berani menghadapi serangkaian proses di ruangan dokter gigi, yaitu dengan menutup mata kita rapat-rapat selama proses berlangsung. Pernah suatu waktu, saya bermaksud lebih berani dengan membuka mata selama prosesnya. Tapi secepat itu pula saya menutup mata saya rapat-rapat, ternyata alat-alat dokter gigi tidak ada bedanya dengan alat-alat di bengkel. Hanya saja ukurannya lebih kecil. Tapi justru karena melihat alat-alat kecil tersebut dimasukan ke dalam mulut, keberanian saya malah berkurang banyak.
Dan entah karena bermaksud menenangkan, tidak sedikit dokter gigi yang memutar lagu-lagu di ruangan prakteknya, entah lagu top 40, classic, sampai lagu-lagu oldiest. Seperti saat ini ada lagu Josh Groban mengalun di ruang praktek, lumayan juga pikir saya. Tapi ternyata lagu-lagu sama sekali tidak terdengar setelah alat-alat dokter gigi beroperasi, dan percaya atau tidak suaranya seperti mesin pengaduk semen diletakan di sebelah kuping kita. Ternyata itu terjadi setiap saya datang ke dokter gigi, hanya saja saya tidak pernah menyadarinya.
Pada akhirnya (thanks God!) semua proses crowning dan operasi itu berakhir, setelah sekitar 2 jam saya ‘terjebak’ di ruangan itu. Saya tidak perlu repot-repot menutup mata, karena pada saat operasi seluruh muka saya tertutup selembar kain hijau. Dan bagian yang paling menyeramkan pada saat operasi, adalah pada saat dokter menyuntikan anastesi ke gusi saya. 2 suntikan di gusi, cukup bisa membuat saya miris-miris kesakitan dan membuat gusi dan pipi saya bengkak selama berhari-hari. Ya, pada dasarnya semua prosesnya menyeramkan, hanya saja saya tidak merasakannya, dari mulai menyobek gusi, menyabut gigi sampai menjahit gusi yang tiba-tiba saja sobek sepanjang 1cm. Belum lagi darah yang tersisa sehabis operasi, dan rasa sakit yang ternyata tidak bisa hilang untuk beberapa hari, huaaa!.
Semoga tidak takut lagi ke dokter gigi ya.. =)
...dokter gigi...
Thursday, May 4, 2006
Posted by yusi manfluthy at 12:19 AM
Labels: its my space
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment