Apakah mulutku bau ?
Mengapa mulutmu bau ?
Mengapa ada penyakit bau mulut di dunia ini ?
Pertanyaan-pertanyaan aneh yang sebenarnya nyata ada dalam kehidupan kita.
Dulu pada saat saya lebih muda, sering kali saya bertanya pada diri saya sendiri mengenai hal ini sebelum bertemu dengan laki-laki yang saya sukai. Dan sering kali saya berkata, kalau mulut saya tidak bau. Atau bahkan ketika saya menyukai seorang laki-laki yang lucu, berkali-kali saya menyayangkan kenapa mulutnya harus bau.
Kenapa mulut menjadi hal yang penting pada saat itu ? Atau sekarang juga mungkin. Saya tidak tahu. Yang saya tahu, ada seorang teman laki-laki, lumayan lucu, berambut trendi, bergaya stylish, dan bermulut bau.
Sayang sekali dia belum punya pacar, apakah ada hubungan antara belum punya pacar dengan mulutnya yang bau.
Dan entah bisa dibilang jahat atau tidak, teman-temannya tidak pernah mengingatkan kalau mulutnya sebenarnya bau.
Tapi, kenapa mulut kita bisa menjadi bau ? Banyak penyebabnya saya rasa.
Mungkin karena kita malas atau tidak pernah menggosok gigi, sehingga mulut kita penuh dengan kotoran yang tebal, berwarna kuning dan tentu saja bau. (yaaks!).
Penyebab lain mungkin karena ada gigi di dalam mulut kita yang berlubang, entah dia sadar atau tidak, tapi gigi yang berlubang itu menimbun sisa-sisa makanan yang lama kelamaan membusuk. Membuat lubang di gigi kita bertambah besar dan membuat mulut kita menjadi bau.
Penyebab yang lain mungkin dikarenakan pencernaan yang bermasalah, saya dengar itu juga menyebabkan mulut menjadi bau.
Hmm, apakah mulut saya bau ? Mungkin kita tidak akan tahu kalau kita tidak bertanya atau tidak ada teman dan keluarga yang dengan baik hati memberi tahu kalau mulut kita bau. Karena percaya atau tidak apabila kita mancoba untuk mencium bau mulut kita sendiri, akan sulit kita merasakannya.
Jadi saran saya, tanya suami anda, pacar anda, orang tua anda, kakak atau adik anda, apakan mulut saya bau ? Periksa pula gigi anda berlubanga atau tidak. Dan semoga mulut anda tidak bau
Note: tulisan ini tidak berlaku bagi orang yang berpuasa
Kenapa mulutmu bau?
Monday, October 1, 2007
Posted by yusi manfluthy at 5:02 PM 0 comments
Labels: its my space
kota saya ini
Saturday, September 8, 2007
Hupps…
Entah kapan saya merasa seperti ini sebelumnya, mungkin juga tidak pernah. Tapi entah mengapa saat ini saya seperti amat teramat mambenci kota dimana saya tinggal. Benci sekali.
Tapi memang tidak pernah ada alasan bagi saya untuk memasukan kota ini kedalam kota favorit saya, saya tidak lahir disana, tidak dibesarkan disana, dan entah mengapa saya tidak mau menjadi tua disana.
Selama satu minggu kota ini seperti semakin tidak bersahabat pada saya. Jalan yang macet dimana-mana, debu dan sampah berserakan dimana-mana, taksi yang tidak pernah muncul tepat waktu, atau tidak muncul sama sekali (bahkan taksi hitam sekalipun!), supir angkot yang seenaknya saya maju dan berhenti, tukang ojek yang ugal-ugalan seperti membawa karung sampah saja di jok belakang motornya!! Belum lagi polisi tidur yang ada dimana-mana dan sangat menyusahkan buat ibu-ibu berperut buncit seperti saya.
Kota ini tidak manusiawi. Tidak pernah saya merasa nyaman didalamnya. Selain jarak antara kantor dan rumah saya yang hanya 7km saja, tidak ada hal lain yang saya suka di kota ini. Kota ini hanya diperuntukkan untuk orang-orang beruang banyak, kemanapun saya pergi saya perlu membawa uang lebih banyak dikantong saya. Bahkan untuk naik taksipun saya rela membayar lebih mahal untuk taksi yang yang lebih nyaman dan lebih aman. Pernah saya memilih untuk menggunakan angkutan umum yang menjadi kebanggan kota ini selama 1 minggu lamanya, dengan alasan bebas macet tentunya. Dan ternyata saya amat tersiksa didalamnya, antrian yang selalu amat panjang, tempat duduk yang selalu penuh, para penumpang yang brutal, tidak pernah tepat waktu dan ternyata sama sekali tidak bebas macet.
Kota ini tidak diperuntukan untuk orang yang bergaji pas-pasan, padahal tidak semua orang yang tinggal disini bergaji banyak. Tidak ada tempat berteduh pada saat hujan, sehingga motor-motor seeanaknya saja berenti dipinggir jalan dan membuat jalanan macet di kala hujan. Tidak ada trotoar yang layak bagi pejalan kaki, sehingga orang lebih memilih berada di mobil pribadi dengan AC yang dingin dan kaca yang dibuat lebih gelap. Tidak ada angkutan umum yang layak, aman, nyaman dan terjadwal dengan baik sehingga bisa membuat orang lebih memilih menaruh mobilnya di garasi rumahnya saja. Tidak ada tempat bermain yang luas bagi anak-anak sehingga mereka lebih suka berada dirumahnya bermain play station dan duduk di depan computer. Tidak adanya saluran air yang layak dan terencana sehingga kota ini seperti danau buatan yang air kotornya meluap pada saat musim hujan tiba. Belum lagi tingkat penganguran tinggi membuat kota ini memiliki tingkat kejahatan tinggi pula dengan anak-anak dibawah umur yang berseliweran di setiap perempatan, kolong-kolong jembatan dan disetiap sudut gelap kotanya.
Semua perlu uang. Mobil pribadi dengan supir pribadi didalamnya, sekolah bagus yang tentu saja mahal, makanan enak seharga dengan gaji pegawai pantry setiap bulannya, baju berharga jutaan demi terlihat berada, mengunjungi kafe-kafe yang sedang ‘in’ di setiap bagian kota setiap harinya, padahal sebenarnya gajinya hanya cukup untuk terjadwalkan makan bakso di kantin sebelah kantornya.
Sudahlah! Akan tiba saatnya saya tidak disini lagi.
Posted by yusi manfluthy at 12:11 AM 0 comments
Labels: just another thought
sepatu cantik tapi sakit
Monday, September 3, 2007
Perempuan memang memiliki siklus yang aneh dalam hidupnya, semuanya memiliki siklus tersendiri. Di luar siklus mensturasi yang datang setiap bulannya (meski kadang tidak pasti juga kapan datangnya), perempuan ternyata memiliki banyak siklus dalam hidupnya.
Seperti siklus belanja yang tidak ada habisnya, berulang-ulang, datang silih berganti. Dan itu memang terjadi. Dimulai dari pakaian, sepatu, aksesoris, perlengkapan rumah, jam tangan, tas dan kembali berulang ke pakaian, sepatu, aksesoris, perlengkapan rumah, jam tangan, tas, dan kembali lagi, kembali lagi, sepanjang tahun, bertahun-tahun, berulang-ulang, berisiklus-siklus.
Seperti belanja sepatu yang untuk berapa kalinya siklus itu terjadi pada saya. Pada saat saya mulai bekerja, pada saat pergi ke negara yang terkenal dengan sepatu-sepatu lucunya, pada saat flat shoes menjadi trend, pada saat sepatu-sepatu bermerk sedang discount, pada saat saya banyak membeli baju dengan warna-warna yang berbeda sehingga saya butuh sepatu baru berwarna sama agar terlihat senada. Banyak saat dimana saya dilanda siklus belanja sepatu. Dan sebanyak itu pulalah uang yang saya punya bertukar dengan barang bernama sepatu.
Dapat dibayangkan berapa banyak sepatu yang saya punya sekarang, berpuluh-puluh ? berlemari-lemari ? Teryata tidak. Alhamdulillah. Saya masih diberi kesadaran untuk memberikan sepatu-sepatu yang sudah tidak saya pakai lagi, sudah tidak ‘musim’ lagi atau sepatu yang ternyata rasanya tidak secantik rupanya. Betapa menyesalnya saya, karena hal terakhir itu dan betapa bodohnya saya membeli sepatu cantik tapi ternyata sakit. Entah berapa banyak sepatu yang saya berikan karena itu, tapi 1 sepatu baru saja mengalami nasib yang sama baru kemarin saja. Sepatu hitam bertali-tali kecil cantik dengan hak 5cm wedges, yang membuat kaki saya terlihat cantik sekaligus sakit. Saya berikan sepatu itu pada pekerja di rumah saya, padahal sepatu itu baru 2 kali saja saya pakai.
Dan entah sudah berapa kali suami saya mengingatkan hal yang sama, untuk tidak membeli sepatu-sepatu yang tidak begitu mahal, cantik, tapi sakit. Tapi perempuan memang sulit diyakinkan, apalagi bila sepatu itu sedang ‘in’, murah dan di discount pula. Hhmm…Entah berapa sepatu yang saya beli ternyata sakit, padahal sepatu nyaman sangat dibutuhkan untuk dipakai seharian, dan dengan membeli 3 sepatu tadi saya sudah dapat membeli 1 sepatu lumayan cantik dan tidak sakit!
Tapi perempuan juga kadang mudah tergoda, pada saat melihat jajaran sepatu cantik dengan pita, payet, renda, atau dengan motif bunga, bertali-tali, polkadot, berhak tinggi, maka perempuan tergoda untuk membelinya barang 1 saja.
Sekarang saya sudah berusaha berpikir lebih ‘sehat’, untuk tidak lagi tergoda untuk membeli sepatu-sepatu sakit tadi, untuk mengosongkan lemari sepatu saya dari sepatu yang tidak lagi saya pakai karena sakit dan untuk membeli hanya sepatu yang tidak akan membuat kaki saya lecet, tersiksa, dan sakit.
Saya baru 1 dari banyak perempuan yang membeli sepatu-sepatu cantik tapi sakit, baru 1 contoh perempuan yang rela lecet dan sakit demi sebuah sepatu cantik. Semoga saya tidak tergoda lagi. Semoga.
*thanks for my hubby, hush puppies, kickers, rockport, clarks, andrew, adidas, all star, shooz, yang membuat kaki saya tidak sakit lagi*
Posted by yusi manfluthy at 12:03 AM 0 comments
Labels: its my space
sekali lagi..lagi..lagi...
Tuesday, May 22, 2007
Just another sleepy bored washing brain purpose conversation.
Dan saya duduk disini, mengantuk, bosan dan kembali menjadi amat sangat bebal. Saya benar-benar mengantuk dan karenanya saya menulis. Mengantuk dengan sangat. Bebal yang teramat.
Mungkin itu gunanya kami di sini, saya di sini tepatnya. Disuap dengan satu kotak makan siang dan satu gelas ice lemon tea, mereka minta saya duduk manis di sini, berusaha mendengarkan, pura-pura tertarik dan antusias padahal saya sangat mengantuk dan bebal.
Entah mengapa saya menjadi sangat bebal. Saya tidak mau dan tidak pernah menanamkan doktrin penolakan dalam otak saya sendiri. Saya berusaha mengikuti dengan baik semua doktrin dan program yang ada. Tetapi semakin saya berusaha, semakin otak saya menolak dan bertambah bebal setiap waktunya. Otak saya bertambah lihai dan ahli setiap saat doktrin-doktrin itu mulai menjalar di setiap selnya. Terlatih. Dan saya amat menyukainya. Amat!
*suatu siang di ruang rapat bundar, may'07*
Posted by yusi manfluthy at 12:09 AM 0 comments
Labels: its my space
sibuk juga tidak penting!
Friday, May 4, 2007
Beberapa waktu yang lalu, saya bisa dibilang sibuk, bukan pura-pura sibuk. Saya punya pekarejaan yang menyibukan. Saya bukan pekerja konvensional, saya tidak mau disebut sebagai hard worker, saya ingin menjadi smart worker. Saya sebisa mungkin menghindari lembur, saya tidak mau berada di kantor lebih lama, apalagi hanya untuk terlihat lebih sibuk, lebih berdedikasi atau lebih bertanggungjawab. Saya menghindari itu, bekerja lebih lama berarti ada masalah dengan saya. Tubuh dan otak saya sudah begitu lelahnya 10 jam berjibaku di kantor, mengerjakan hal-hal penting yang diselingi hal-hal yang kurang penting, seperti mengecek email masuk dan browsing internet untuk alasan refreshing. Dan kebiasaan ini sudah berlangsung lama, dari awal mula saya menjadi pegawai hingga sekarang saya tetap menjadi pegawai. Dari saat saya melajang sampai saya beranak pinak. Semoga saya tidak perlu bekerja lembur atau mengerjakan urusan kantor di luar kantor, bahkan di rumah. Semoga.
Tapi mungkin itu tidak penting lagi. Sibuk (atau pura-pura sibuk bagi yang suka melakukannya) menjadi tidak penting lagi. Sesibuk apapun saya pada suatu waktu, ternyata hanya sibuk bagi diri saya sendiri. Orang-orang tidak tahu saya sibuk (karena saya tidak mengumumkannya). Dan yang paling parah, sesibuk apapun saya dan sebagus apapun hasil kesibukan saya, pada akhirnya tidak dihargai dengan semestinya. Bukan dengan uang, karena saya tidak bekerja unuk uang.
Saya saat ini mencoba untuk lebih sabar, karena saya belum mendapatkan apa yang saya butuhkan. Apa yang saya inginkan. Dan saya akan berusaha selalu mengingat untuk apa saya bekerja. Sebanyak apa pencapaian pribadi yang saya dapat dengan bekerja. Saya akan sibuk pada saat merasa perlu. Sibuk yang benar-benar perlu. Sibuk yang saya mau. Karena saya bekerja untuk saya.
Posted by yusi manfluthy at 12:08 AM 0 comments
Labels: its my space
when you find where the true love is..
Thursday, February 15, 2007
Cinta memang sesuatu yang tidak habis-habis, untuk dirasakan, dicari, dinyanyikan bahkan untuk ditulis. Seperti saya sekarang ini, sedang terinsipirasi untuk menulis sesuatu bernama cinta.
Cinta yang abstrak tapi nyata. Kita dapat melihat dengan jelas pasangan yang sedang di mabuk cinta, seperti ketika saya melihat foto pasangan di situs friendster (terima kasih kepada sepupu saya, fotonya memberi inspirasi), saya dapat melihat dengan jelas ada cinta disana, dimatanya, diposenya, di foto itu.
Tapi ternyata, disadari atau tidak persepsi saya tentang cinta itu telah berubah. Apa mungkin karena saya sudah semakin ‘tua’ ? haha. Tapi mungkin juga tidak umur saya ‘baru’ 27 tahun saja. Banyak hal yang merubah persepsi seseorang akan cinta, kehidupan misalnya. Cinta yang saya punya bukan lagi seperti cinta saya bertahun-tahun yang lalu, yang meledak-ledak, meletup-letup, yang perlu diekspresikan, cinta saya sekarang lebih tenang, mengalir, ada.
Cinta saya juga bukan cinta yang ada karena dia ada. Yang ada karena dia dekat. Cinta yang selalu ingin berada disisinya. Bukan pula cinta yang bisa berubah kapan saja. Yang kadarnya fluktuatif seperti bunga bank, dan sesuai dengan mood-nya. Cinta saya sekarang, berbeda.
Orang bilang cinta pertama selalu ada, first love never die…katanya. Tapi mungkin juga tidak bagi saya. Cinta pertama dapat dipastikan terjadi pada saat cinta yang kita rasakan meledak-ledak, meletup-letup, meleleh dan tumpah-tumpah. Seperti yang terjadi pada hampir setiap orang di masa dimana ia lebih muda, seperti yang terjadi pada saya bertahun-tahun yang lalu. Apa cinta pertama itu benar selalu ada atau dia ada karena kita yang membuat dia seolah-olah ada.
Cinta pertama tidak selalu berakhir sempurna. Berhenti di tengah jalan, putus tidak sampai tujuan, dengan akhir tidak seperti yang kita harapkan. Dan karena kita ada di fase yang meledak-ledak pada saat cinta pertama, dapat dipastikan yang terjadi selanjutnya kita akan merasa amat sedih, amat kecewa dan amat sangat tidak bisa melupakan cinta pertama.
Dan itulah, karena cinta yang begitu manis, menggebu-gebu dan tidak berakhir sempurna, yang membuat cinta itu seolah selalu ada. Bayangkan bila cinta itu tidak berakhir, berlanjut hingga saat ini, dengan menikah misalnya, dipastikan cinta itu memang ada tapi dengan makna yang berbeda. Ada yang sebenarnya. Bukan ada yang mengada-ada.
Cinta pertama saya, seperti pada umumnya, berakhir tidak sempurna. Saya mengingatnya ada dan tidak sia-sia, saya belajar banyak dari sana. Tapi cinta itu sudah tidak ada disana, bukan cinta pertama yang selalu ada.
*kepada semua orang dengan cinta pertama-nya, happy valentine's day!*
Posted by yusi manfluthy at 12:05 AM 0 comments
Labels: its my space
bebal dan saya
Tuesday, January 16, 2007
Saya merasa bebal, otak saya buntu, pikiran saya berjalan sendiri, tidak terkendali. Semakin banyak yang dikatakan pada saya, semakin saya bebal ; linglung. Pikiran saya seperti menolak semua yang dimasukan dan dikatakan. Pikiran saya seperti malas berfikir, mengambang, bebal. Pikiran saya bebal, sebebal-bebalnya.
Lalu apa gunanya saya disini, melambung-lambung seperti bola yang ditendang tanpa kendali. Apa tidak lebih baik saya berada di tempat itu mengerjakan 'hal-hal penting' sebagai kontribusi yang ternyata lebih menarik bagi otak saya yang bebal ini. Apa tidak lebih baik saya duduk manis di meja pojok di ruangan itu dan mereka-reka, berkhayal, memikirkan fantasi-fantasi saya yang lain tentang keadaan dunia di bawah sana? (haha, yang ini terdengar mistis ya?)
Tapi katanya, hal ini penting, demi kelangsungan hidup bangsa, demi kelangsungan hidup kita semua, apa iya?
Mungkin saya memang kadang sulit berkompromi. Otak saya juga sudah tidak bisa berkompromi. Otak saya seperti biasa, sudah punya pilihannya, memilah penting dan tidak penting menurut versinya. Dan saya merasa bebal, amat.
Posted by yusi manfluthy at 12:01 AM 0 comments
Labels: its my space