skip to main | skip to sidebar

About me

My Photo
yusi manfluthy
Houston, United States
perempuan yang banyak maunya, beranak dua, tergila-gila dengan kerajinan dan kain Indonesia, always drooling on vintage stuff dan barang tua, pernah melukis dan berjanji akan melakukannya lagi, sangat ingin keliling Indonesia, penikmat aromatheraphy, flowers in the window, sushi, maki, tea, camping dan film Indonesia berkualitas. sangat suka pergi ke pasar tradisional, pasar loak, pasar malam, dan jogja.
View my complete profile

Labels

  • abi
  • aku dan Tuhanku
  • batik
  • cerita masa kecil
  • fiksi
  • film Indonesia
  • goedang nenek
  • home decor
  • its my space
  • jakarta oh jakarta
  • jalan-jalan
  • joGja
  • just another thought
  • lea's milestones
  • parenting
  • screenwriting
  • sekolah anak
  • The Slamet's at US

..story..thought..life..

  • ► 2011 (11)
    • ► October (5)
    • ► September (1)
    • ► July (2)
    • ► April (2)
    • ► January (1)
  • ► 2010 (7)
    • ► September (1)
    • ► March (4)
    • ► February (2)
  • ► 2009 (23)
    • ► October (2)
    • ► September (3)
    • ► August (4)
    • ► July (7)
    • ► June (1)
    • ► May (1)
    • ► March (1)
    • ► February (3)
    • ► January (1)
  • ► 2008 (29)
    • ► December (5)
    • ► November (10)
    • ► October (7)
    • ► September (2)
    • ► August (1)
    • ► July (1)
    • ► June (1)
    • ► May (2)
  • ► 2007 (7)
    • ► October (1)
    • ► September (2)
    • ► May (2)
    • ► February (1)
    • ► January (1)
  • ► 2006 (15)
    • ► December (3)
    • ► November (3)
    • ► October (3)
    • ► July (1)
    • ► June (2)
    • ► May (2)
    • ► January (1)
  • ▼ 2005 (4)
    • ▼ December (1)
      • Citra, antara tradisi dan revolusi
    • ► July (2)
      • happy birthday to me!
      • Betapa senangnya saya ketika melihat aktor favorit...
    • ► June (1)
      • Kiat menjadi ibu baru
  • ► 2002 (1)
    • ► March (1)

my counter!


View My Stats

my place my space

..it's about dream, thought, family, and life..

Citra, antara tradisi dan revolusi

Saturday, December 10, 2005

Saya seperti sangat ketinggalan jaman, entah karena apa saya seperti terlambat tahu kalau penyerahan piala Citra adalah malam ini. Hmm, berusaha mengingat-ngingat kemana saja saya beberapa hari terakhir ini, entah karena jarang menghidupkan TV, entah karena frekuensi browsing yang menurun drastis, entah memang karena kurangnya publikasi acara itu sendiri. Atau mungkin karena banyak pula orang yang tidak perduli.

Saya bukan orang film, bukan pemain, sutradara, crew, produser, atau orang yang berlatar belakang film. Saya hanya penikmat film, film Indonesia, yang bermutu tentunya. Saya rela mengatri (atau justru tidak ada antrian karena sepi) pada hari pertama pemutaran film Indonesia, sekali lagi untuk film Indonesia yang berkualitas tentunya.

Kembali ke Citra, yang sejak jaman Teguh Karya, Christine Hakim, Rano Karno, hingga sampai saat ini, saat orang-orang mengidolakan Nicholas Saputra (ehm, termasuk saya) merupakan piala yang merupakan lambang keberhasilan para pekerja film yang berdedikasi pada film yang dibuatnya dan pada perfilman Indonesia. Bukan berarti orang yang tidak mendapat Citra tidak berdedikasi, tidak bekerja sepenuh hati, bukan, jelas bukan itu! Toh pada akhirnya Citra hanya sebuah pilala yang seharusnya memacu para sineas untuk terus berkarya. Seharusnya.
Beberapa senangnya saya, ketika tahun lalu FFI kembali diselenggarakan dengan segala keterbatasan (atau kericuhan) dalam pelaksanaannya. Tapi saya tidak perduli, bagi saya FFI kembali diadakan saja sudah merupakan keajaiban besar. Tapi tahun ini berbeda, saya mengikuti hampir setiap film Indonesia yang beredar di pasaran, meski tidak semua saya tonton, karena menurut saya tidak semua film layak tonton.


Tahun ini lain, karena pada tahun ini saya berharap lebih atas sebuah Festifal Film Indonesia. Saya sangat menyayangkan pelaksanaan FFI yang ternyata hanya begitu-begitu saja. Saya sangat mengerti dengan segala keterbatasan panitya pelaksana atau apalah namanya. Apalagi dengan dalih ini baru pelaksanaan FFI yang kedua yang dilaksanakan setelah 12 tahun mati suri. Tapi bagi saya FFI tahu kedua, ketiga, keempat, kelima atau tahun-tahun selanjutnya tidak akan jauh berbeda. Apalagi FFI masih saja berwajah lama, berkonsep lama, tidak ada perubahan antara FFI yang dilaksanakan 12 tahun yang lalu dengan FFI tahun ini. Masih memakai konsep yang sama, susunan acara yang sama, detail yang sama, yang berubah mungkin hanya munculnya muka-muka sineas muda, baik itu produser, sutradara, pemain film, yang sekarang ikut merasakan Festival Film Indonesia.

Sekali lagi saya tidak bermaksud menggurui, ataupun mengajari, saya hanya seorang penikmat film yang merasa seharusnya FFI bisa lebih baik lagi. Disadari atau tidak, selama 12 tahun banyak perubahan terjadi, begitu pula di dunia perfilman, tapi mengapa tidak di FFI?
Sangat disayangkan, munculnya sineas-sineas muda yang berkualitas tidak dibarengi dengan lahirnya bentuk baru perfilman Indonesia dan pelaksanaan FFI itu sendiri. Sangat disayangkan, dimana FFI tercatat sebagai festifal film di dunia yang tidak menayangkan 1 judul film apapun dalam festivalnya. Entah apa yang salah, tapi saya kira sudah saatnya FFI berubah, sebelum FFI semakin hilang gregetnya.


Satu pekerjaan rumah yang penting yang selama ini luput dan terasa sulit dilakukan, yaitu dengan memasyarakatkan film Indonesia itu sendiri. Sangat menyedihkan pada hari pertama penayangannya, salah satu film Indonesia diputar di bioskop, hanya beberapa kursi saja yang terisi.

Saya kira dengan dilaksanakannya FFI yang benar-benar menayangkan film-film Indonesia, entah itu nominasi-nominasi film bioskop, film televisi ataupun film dokumenter, diharapkan mampu lebih memasyarakatkan film Indonesia itu sendiri. Dari segi fasilitas, kita sudah mampu menggelar sebuah festival film yang sebenarnya. Sebagai contoh untuk festival yang lebih kecil saja, Jiffest sudah bisa melakukan konsep ini bertahun-tahun lamanya. Pasti akan berbeda rasanya terlibat disebuah festival film, menonton film di festival, mengikuti “bedah film” yang digelar, atau bahkan hanya dengan meminta tanda tangan gratis dari para pekerja film yang berkeliaran di festival itu. Dan akan berbeda pula rasanya, karena pada saat itu penyerahan Piala Citra adalah puncak dari semua acara yang ada bukan hanya seremonial belaka.

Sudah saatnya penyerahan Piala Citra dikemas dengan lebih menarik, lebih “muda” dan lebih hidup. Lagipula film adalah sesuatu yang dinamis, berubah dan berkembang.

Mengapa tidak dengan Citra?
Sebelum Citra kehilangan gregetnya dan sebelum hanya mengandalkan kedatangan selebriti yang berdandan lebih rapi, lebih stylish dan lebih cantik.


Semoga itu semua bukan hanya sekedar harapan, sama halnya dengan harapan saya agar LSM lebih terbuka atas setiap perubahan, bahwa sensor tidak harus membatasi kreatifitas. Dan semoga semua bukan sekedar harapan, semoga kita semua terbuka atas sebuah perubahan.
Semoga saat itu terjadi, saya tidak akan terlambat lagi mengetahui bahwa penyerahan Citra hanya tinggal malam ini.

Posted by yusi manfluthy at 11:34 PM 0 comments  

Labels: film Indonesia

happy birthday to me!

Sunday, July 3, 2005

..3 july 2005..

congratulation!you're 26 years old now!!
Mungkin tidak terasa bagi kita, setiap tahun bertambah 1 lagi usia kita, dan berkurang lagi 1 tahun hidup kita di dunia.
Mungkin tidak terasa pula bahwa setelah tanggal ulang tahun kita, 365 berlalu dan bertambah lagi usia kita.
Tapi apa sih artinya ulang tahun itu ?
Selain bertambahnya usia dan berkurangnya umur kita, ulang tahun berarti perubahan. Mungkin tidak secara langsung, perubahan perlu waktu, perlu perulangan, perlu tahun yang diulang.
Ulang tahun...Jadi apa sih artinya ulang tahun itu ?

Saya sendiri bukan orang yang suka ulang tahun, mengingat-ngingat ulang tahun dan untuk merayakan ulang tahun. Bagi saya 'birthday is something to remember but not to celebrate'. Berbagi hari dengan keluarga mungkin, meski kadang saat ulang tahun kita perlu waktu untuk diri kita sendiri. Betapa naifnya seorang yang manusia yang merayakan ulang tahunnya karena merasa lebih tua dengan bertambahnya usianya.Apa sih ulang tahun itu ?

Bagi saya ulang tahun berarti perubahan. Banyak perubahan yang terjadi selama 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 26 tahun. Perubahan fisik itu pasti! Bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa (kalau kita menilai diri kita dewasa tentunya).Perubahan cara berfikir, tidak perlu diingat-ingat bagaimana cara berfikir kita sewatu kecil dulu, tapi saya yakin bahwa setiap manusia cenderung mengalami perkembangan dan perubahan cara berfikir sejalan dengan bertambahnya usia. Meski tidak dapat dipungkiri banyak hal yang mempengaruhinya, keluarga, pergaulan, lingkungan, permasalahan hidup dan juga pribadi manusia itu sendiri.

Ulang tahun itu adalah perubahan, perubahan dalam banyak hal. Perubahan cara berfikir, perubahan cara menghadapi dan menyelesaikan masalah, perubahan status, perubahan gaya hidup, perubahan cara memandang dan menjalani hidup. Dan saya percaya banyak perubahan terjadi seiring dengan pertambahan usia.

Bagaimana dengan birthday resolution ?Sebenarnya syah-syah saja kita beresolusi pada saat ulang tahun, sama halnya dengan resolusi-resolusi yang kita buat saat pergantian tahun, atau bahkan suatu hari di pertengahan tahun. Resolusi itu hanya merupakan 'to do list' yang syukur-syukur mempunyai target waktu. Karena pada dasarnya resolusi hanya mengingatkan, bahwa kita punya sesuatu untuk dilakukan, dikejar dan diraih.

Satu hal yang kadang kita lupa artinya pada saat ulang tahun. Ulang tahun adalah bersyukur. Bersyukur atas umur yang diberikan, bersyukur atas semua nikmat yang kita dapat, bersyukur atas semua rizki, bersyukur atas semua kesulitan dan kebahagiaan, bersyukur atas kebersamaan, bersyukur atas keberhasilan, bersyukur akan hidup!

Terima kasih ya Allah..Atas semua nikmatmu..great son, great hubby, great mom, great family, great friends, great life!
Terima kasih ya Allah...atas semua yang kau berikan, semoga ulang tahun akan selalu mengingatkan untuk selalu bersyukur akan hidup!HAPPY BIRTHDAY TO ME!!

Posted by yusi manfluthy at 11:52 PM 0 comments  

Labels: just another thought


Betapa senangnya saya ketika melihat aktor favorit saya (ehm..) Nicholas Saputra mulai ada dilayar lebar lagi. Film-nya 'Janji Joni' mungkin bukan film terlaris tahun ini, tapi entah mengapa pada dasarnya saya senang apabila ada film Indonesia yang premiere di bioskop-bioskop 21. Bukan karena sok nasionalis, tapi buat saya senang rasanya apabila ada sebuah karya anak bangsa yang bisa "hidup" di negerinya sendiri.

Sebelum ini film Indonesia sendiri sebenarnya tidak pernah benar-benar mati, tidur mungkin istilah yang lebih tepat. Tidur, karena dia tetap ada meski ia tidak melek pada teknologi perfilman yang ada. Tidur, karena dia sama sekali tidak mengikuti perkembangan zaman dari segi kualitas dan isi film itu sendiri. Hal itu dapat kita lihat dengan tetap beredarnya film-film indonesia di (maaf..) bioskop-bioskop kelas bawah, film-film yang banyak mengangkat masalah seks ke permukaan. Dan ironisnya film-film itu tetap ditonton orang, menandakan bahwa film sejenis ini punya penggemar tersendiri.

Tapi pada akhirnya (betapa bersyukurnya saya) film Indonesia bisa bangun juga dari tidurnya. Karena tanpa disadari saya seperti kangen akan hadirnya film-film Indonesia berkualitas, dan tanpa disadari pula saya bosan dengan diputarnya kembali film-film Indonesia zaman doeloe di televisi kita yang apabila kita lihat hanya seputaran Warkop DKI, film-film Benyamin S, film-film Roy Marten jaman dia muda, film-film Rano Karno pada masa jayanya, film-film Christine Hakim yang entah kapan tahun pembuatannya.

Pada awalnya saya sempat bertanya-tanya, mungkinkah film Indonesia akan mengalami masanya lagi, seperti dahulu atau bahkan lebih hebat dari dahulu ? Dan jujur saja saya sempat pesimis. Tapi mungkin yang perlu kita catat bahwa sebenarnya sineas-sineas muda kita sebenarnya tidak tidur. Dimulai dengan “Petualangan Sherina” (2000) yang diproduksi oleh Miles Production, film ini terbilang cukup sukses, mengingat sebagai film Indonesia yang pertama premiere tentunya akan cukup sulit bersaing dengan film-film Hollywood yang menguasai hampir di setiap studio di bioskop-bioskop 21 kita.Dan diikuti dengan keluarnya film-film lain seperti film yang sifatnya independen dan tidak komersial Bintang jatuh (2000), Pasir Berbisik (2001) dan Beth (2002).Munculnya film Indonesia yang cukup komersial ditandai dengan booming-nya film Jelangkung (2001) yang pada saat itu cukup mampu mengobati kerinduan masyarakat Indonesia akan film negerinya sendiri.


Tapi turning point yang sebenarnya dan dapat dijadikan ukuran yaitu pada tahun 2002, film berjudul “Ada apa dengan cinta?” (AADC) produksi Miles Production mampu meruntuhkan mitos bahwa film Indonesia juga layak ditonton dan film yang bagus itu juga bisa bersifat komersil. Film ini sebenarnya dengan cerdas mampu membaca selera penonton pada saat yang tepat. Film ini mengangkat keseharian remaja dengan segala permasalahannya. Terbukti film ini laris di pasaran dan mampu bersaing dengan studio-studio lain yang menayangkan film Hollywod sekaligus mampu melahirkan bintang-bintang baru yang berbakat.
The start of Indonesia’s comeback!

Dan buat siapapun yang mengikuti perkembangan film Indonesia, setelah munculnya AADC pasti bisa merasakan bahwa industri perfilman kita mulai bergerak dan kembali hidup, sebutlah Ca Bau Kan (2002) yang diproduksi Kalyanashira Film, diikuti dengan keluarnya film Biola tak Berdawai (2003) dan Arisan! (2003) dari rumah produksi yang sama. Selain itu kita juga bisa melihat film-film yang selanjutnya beredar di pasaran, seperti Andai Ia Tahu (2002), Biarkan Bintang Menari (2003), Novel tanpa Huruf 'R' (2003), Tusuk Jelangkung (2003), Mengejar Matahari (2004), Tentang Dia (2005), Banyu Biru (2005), Ungu Violet (2005) disamping film-film lain yang tentunya tidak bisa saya sebut satu persatu.

Sampai akhirnya, pada hari ini saya betul-betul yakin apabila film Indonesia telah benar-benar hidup dan bekerja. Banyak proses, banyak hal dan banyak film yang pada akhirnya mampu menciptakan aktor dan aktris yang berbakat, sutradara yang berkualitas, penulis skenario yang handal dan produser yang lebih idealis dan tidak semata-mata mencari keuntungan dari film yang dibuatnya.

Satu hal yang juga membuat saya tersenyum sekaligus terkejut dengan diselenggarakannya kembali Piala Citra pada tanggal 11 Desember 2004, setelah 12 terhenti akhirnya kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bersama insan perfilman merasa perlu untuk menyelenggarakan event Festival Film Indonesia 2004, yang penilaiannya terdiri dari film cerita untuk bioskop, film cerita untuk televisi, film dokumenter, film pendek dan kritik film.Hari itu, tanggal 11 Desember 2004, bertempat di Wahana Rama-Sinta Dunia Fantasi Ancol, Jakarta pada pukul 20.30 WIB, kita bisa mengetahui siapa saja pemenang-pemenang citra, setelah era Teguh Karya dan Chistine Hakim. Meski pada dasarnya kemenangan itu lebih tepat ditujukan kepada sineas-sineas Indonesia yang ternyata tidak pernah tidur.

Tetapi diluar perfilman Indonesia yang kembali hidup, sebenarnya ada hal-hal yang perlu kita cermati. Saya percaya bahwa kreatifitas akan berkembang, dan para sineas akan terus mencari ide-ide baru, cerita-cerita baru, teknologi baru sehingga film Indonesia tidak akan berubah menjadi hal yang monoton dan membosankan. Tapi ada hal lain yang tidak bisa dihindari, bahwa tidak semua film Indonesia ‘lulus sunsor’. Lulus sensor dari Badan Perfilman Nasional mungkin iya, tapi sebenarnya film tersebut tidak lolos sensor secara kualitas.Dengan booming-nya kembali film Indonesia, tidak sedikit rumah-rumah produksi yang seperti berlomba-lomba membuat film. Yang pada akhirnya beberapa film premiere dan berlalu begitu saja, tidak meninggalkan catatan tertentu apalagi pelajaran bagi para penontonnya. Atau mungkin film tersebut malah sepi penonton ?Sebutlah film-film yang keluar dengan hanya mengandalkan bintang-bintang yang sudah lumayan dikenal karena sering muncul di layar kaca, tidak bisa dihindari bintang-bintang sinetron yang notabene lebih sering muncul diharapkan dapat mampu mendongkrak popularitas sebuah film. Dengan tema yang dilihat sedang trend (semoga saja tidak membuat penonton bosan), dengan konsep dan setting yang itu-itu saja, bahkan mungkin dengan perasaan bahwa mereka hanya membuat sinetron versi singkat.Tapi ada satu hal yang mereka lupa, bahwa film bukannya saja popularitas, bukan saja uang (meski kesuksesan sebuah film bisa kita lihat dari uang yang dihasilkan), tapi film juga melibatkan idealisme dan hati. Tidak bisa dipungkiri, sebuah film yang melibatkan idealisme, hati dan perencanaan yang matang (dengan tema apapun itu) niscaya akan menghasilkan film yang lebih berkualitas dan syukur-syukur bisa komersil.

Kembali, kita bicara kreativitas. Kita tidak bisa melarang siapapun untuk membuat film ; film pendek, film independent, film dokumenter, film drama, film komedi, film bagus, film action, film khusus dewasa, film dengan budget rendah, bahkan film yang tidak ‘lolos sensor’ sekalipun. Karena pada akhirnya itu semua yang membuat perfilman kita hidup dan ‘bekerja’.Semoga saja semua itu tidak membuat penonton bosan dan jenuh, karena pada akhirnya penonton juga yang menilai dan memilih film seperti apa yang akan mereka tonton dan semoga sineas-sineas kita bisa lebih mengembangkan kreativitasnya tanpa melupakan hati dan idealismenya.

Dan kembali satu film Indonesia premiere, 14 Juli 2005, film GIE, dengan aktor favorit saya (ehm..) Nicholas Saputra. Karena kebetulan saya belum nonton film itu, saya tidak bisa bekomentar. Semoga akan tercipta lagi film-film Indonesia lain yang berkualitas.

Go Indonesian Movie!

Posted by yusi manfluthy at 11:44 PM 0 comments  

Labels: film Indonesia

Kiat menjadi ibu baru

Friday, June 3, 2005



Memiliki anak dan membesarkannya dengan rasa kasih sayang, mungkin menjadi impian bagi semua ibu di dunia ini. Tapi tahu kan anda, bahwa hampir 80% dari ibu baru mengalami kecanggungan atau bahkan mengalami baby blues pada saat awal merawat anaknya? Banyak hal yang menyebabkannya, sehingga pada minggu-minggu awal perawatan bayi tidak seindah dan seoptimal yang semestinya. Kira-kira apakah yang perlu disiapkan sebelumnya ?

SEPUTAR PERAWATAN DASAR
Banyak ibu baru kadang tidak siap atau bahkan tidak tahu bagaimana merawat bayinya, sebenarnya itu merupakan hal yang wajar karena “we’ve never been a mother before!”. Tapi sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menyiasatinya. Hal-hal dasar seperti memandikan bayi, membersihkan kepala bayi, membersihkan telinga dan hidungnya, merawat tati pusar, memotong kukunya, mengganti popok dan semua hal dasar lainnya dapat kita atasi dengan cara mencari informasi sebanyak mungkin tentang hal itu. Saat ini beberapa rumah sakit telah mengadakan kursus singkat tentang bagaimana menghadapi bayi pada masa-masa awal, bertanya kepada si ‘calon nenek’ mungkin juga merupakan cara belajar yang cukup efektif, atau dengan mencari dan mempelajarinya di media seperti buku dan majalah.Believe me! It works!Dengan memperkaya pengetahuan kita tentang hal-hal berikut, maka akan membuat kita lebih yakin dan percaya diri menghadapi kedatangan buah hati kita.

SEPUTAR ASI DAN MENYUSUI
ASI adalah makanan terbaik bagi bayi!!Tapi tidak sedikit ibu-ibu baru yang tidak menyadari hal itu, mereka cenderung mengambil jalan singkat dengan memberikan susu formula.Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan sangat besar manfaatnya bagi si ibu dan terutama bagi si kecil. Tapi karena kurangnya kesadaran dan wawasan si ibu tentang hal itu maka memberikan ASI ekslusif menjadi hal yang amat sulit. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, diantaranya :
1. Mitos bahwa ASI ibu tidak memenuhi kebutuhan bayi
Tidak berhasilnya pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan, sebenarnya banyak pula dipengaruhi oleh pemahaman si ibu tentang ASI itu sendiri. Tidak banyak ibu-ibu beranggapan bahwa ASI mereka tidak cukup, hal itu diperkuat dengan masukan dari ibu-ibu dalam hal ini sang nenek yang memberi masukan bahwa bayi itu harus kenyang agar tidak rewel. Hal itu sebenarnya tidak seratus persen salah, bayi akan merasa lebih tenang apabila perutnya kenyang. Tapi itu bukan berarti si bayi harus terus menerus dicekoki air susu atau susu formula apabila dia rewel. Perhatikan pula hal –hal lain yang dapat menyebabkan bayi rewel dan tidak nyaman.
2. Kesulitan ibu pada saat pertama menyusui
Hal lain yang menyebabkan sulitnya memberikan ASI ekslusif yaitu keadaan si ibu itu sendiri. Pada umumnya ibu-ibu yang melahirkan bayinya dengan cara sesar, mengalami masa pemulihan yang lebih lama dibandingkan ibu yang melahirkan secara normal. Otomatis hal ini juga mempengaruhi pemberian ASI pada bayi kita, koordinasi dan kerja sama dengan anggota keluarga di dalam merawat bayi pada masa-masa awal bisa merupakan solusi yang baik sehingga pemberian ASI secara ekslusif dapat terus dijalankan.Selain hal diatas, ternyata keadaan putting ibu yang tidak siap juga merupakan kendala yang utama. Puting ibu yang masuk atau terbalik, menyebabkan bayi kesulitan untuk dapat menghisap ASI sehingga lama kelamaan ibu dan bayi frustasi kemudian memutuskan untuk memberikan susu formula karena bayi rewel dan tidak bisa ditenangkan. Tapi hal ini dapat disiasati dengan menyiapkan putting terbalik itu dari jauh-jauh hari. Diantaranya dapat dilakukan pemijatan kepada payudara diakhiri dengan menarik-narik putting pada bulan-bulan akhir kehamilan. Atau bahkan sekarang sudah ada alat untuk menarik putting agar lebih keluar sehingga mempermudah bayi untuk menyusui pada awal kelahirannya.
3. Baby blues
Hal yang ternyata juga menyebabkan sulitnya pemberian ASI ekslusif ternyata kondisi ibu sendiri. Baby blues pada saat ini menjadi salah satu momok yang menakutkan bagi para ibu baru. Baby blues ini biasanya ternyadi pada masa awal kelahiran bayi, hal ini berdampak pada efek psikologis si ibu yang merasa kaget,sedih, takut atau bahkan merasa tidak mampu untuk mengurus bayinya. Hal itu sebenarnya wajar saja, mengingat banyak hak yang harus kita siapkan dan kita lakukan sebagai ibu baru, diantaranya mengurus si buah hati, pemulihan diri pasca melahirkan, menyiapkan makanan yang sehat guna menghasilkan ASI yang optimal, perubahan pola hidup dan banyak hal lain yang dihadapi seorang ibu baru.Tapi ternyata hal itu dapat dihindari, sekali lagi kehadiran orang-orang terdekat, suami, orang tua, kerabat atau bahkan asisten kita secara tidak langsung dapat mendorong kita untuk lebih percaya diri dan merasa tidak sendiri dalam mengurus si buah hati.
4. Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI
Kurangnya pengetahuan si ibu tentang pentingnya ASI ternyata merupakan pemicu yang banyak menyebabkan sulitnya ASI ekslusif diberikan. Banyak sekali ibu yang merasa bahwa memberi ASI itu merepotkan, dan tidak sadar akan kegunaannya bagi sang buah hati sekarang dan masa yang akan datang. Meskipun sudah benyak artikel-artikel dan slogan-slogan yang mengkampanyekan pemberian ASI ekslusif, ternyata hanya sebagian orang yang sadar akan kegunaannya dan mau melakukannya.Hal itu ternyata tidak terjadi pada ibu-ibu yang tinggal dipelosok dengan tingkat pendidikan yang rendah sehingga kesadaran akan ASI ekslusif-nya rendah, tidak sedikit ibu di kalangan menengah ke atas dengan level pendidikan yang tinggi pada akhirnya merasa memberikan ASI ekslusif itu merepotkan, harus bangun malam dan memberikan ASI kapanpun bayi kita mau, merasa bahwa susu formula sudah menyamai kualitas ASI dan bahkan ironisnya ada yang merasa bahwa memberikan ASI dapat merusak keindahan payudaranya.Bagi ibu yang bekerja, pemberian ASI ekslusif juga dianggap tidak memungkinkan. Padahal dengan manajemen pemberian dan penyimpanan ASI yang baik hal itu sangat mungkin dilakukan.
5. Pihak Rumah Sakit yang kurang koperatif
Salah satu fenomena yang juga menarik, yaitu banyaknya rumah sakit yanga kurang mendukung pemberian ASI ekslusif. Sangat ironis memang, mengingat Dinas Kesehatan dan banyak pihak terkait yang menggembar-gemborkan kesadaran untuk memberikan ASI secara ekslusif, tapi di lain pihak rumah sakit, dokter, dan seringkali suster lah yang menyebabkan kegagalan seorang ibu memberikan ASI ekslusif. Di kamar bayi dapat kita lihat bahwa para suster lebih senang memberikan susu formula daripada memberikan sang bayi padda ibunya untuk disusui.Hal itu kembali pada kita, untuk mengingatkan kepada pihak rumah sakit yang “tidak sayang bayi” untuk memberikan bayi kepada kita pada saat ia ingin disusui bukan dengan memberikan susu formula kepadanya, sehingga pemberian ASI ekslusif dapat terus dilakukan.Pada dasarnya memang tidak mudah untuk menjadi ibu baru, apalagi setiap bayi tidak sama dan memiliki keistimewaan masing-masing. Tapi hal itu dapat disiasati dengan perencanaan yang matang jauh-jauh hari.

Dengan mengenali kondisi kita sendiri, dengan menyiapkan hal-hal yang dapat mempermudah kita dalam mengurus sang buah hati, dan yang tidak kalah penting dengan mencari informasi sebanyak mungkin sehingga kita siap menghadapi si buah hati dan dapat mengurusnya dengan optimal.

Posted by yusi manfluthy at 12:30 AM 0 comments  

Labels: parenting

Newer Posts Older Posts Home
Subscribe to: Posts (Atom)

Blog Design by Gisele Jaquenod